Sebagai seorang yang menyukai cerita-cerita Silicon Valley, Royyan banyak mendapat inspirasi dari situ juga, cerita seperti bagaimana komputer pertama muncul, bagaimana processor Intel dikembangkan, termasuk orang-orangnya seperti Bill Gates dan Elon Musk. Tapi tidak dari situ saja sumber inspirasi Royyan. Dia juga berkata bahwa orang tuanya menjadi inspirasi terbesar dalam hidupnya. Memiliki ibu seorang dosen, yang juga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti keanggotaan pada LSM pengadaan air bersih di desa-desa, merupakan alasan Royyan melakukan apa yang dia lakukan sekarang.
“Kita harus menjadi bermanfaat untuk orang lain,” tegas Royyan. Dan untuk dapat melakukan itu, Royyan mengatakan bahwa kita harus dapat menggabungkan empati dan teknologi menjadi satu. Kita harus menjadi orang yang peka, bukan orang yang “sotoy” seperti yang ada dalam buku “The Innovator's Dilemma” oleh Clayton Christensen di mana banyak innovator yang tidak memahami mengapa mereka mengembangkan apa yang mereka buat.
Royyan pun juga mewanti-wanti jika empati itu tidak hanya sekedar hati ikut sedih melihat keadaan orang lain. Tapi kita harus mampu mengeksplorasi masalah tersebut lebih dalam. Caranya adalah melalui melakukan extra miles atau hal-hal yang lebih. “What’s more to what I’m doing.” Dan siap untuk belajar hal-hal baru. Ketika kita terjebak dengan rutinitas, kita pun akan menjadi stagnan dan tidak dapat berkontribusi lebih besar.
Ingin mendengar lebih banyak dari Royyan Dzakiy? Dengarkan selengkapnya di #StoriesWorthTelling - Bulls Eyes!