< Pengkhotbah 7

Listen to this chapter • 3 min
[1] Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran.
[2] Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya.
[3] Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega.
[4] Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria.
[5] Mendengar hardikan orang berhikmat lebih baik dari pada mendengar nyanyian orang bodoh.
[6] Karena seperti bunyi duri terbakar di bawah kuali, demikian tertawa orang bodoh. Inipun sia-sia.
[7] Sungguh, pemerasan membodohkan orang berhikmat, dan uang suap merusakkan hati.
[8] Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya. Panjang sabar lebih baik dari pada tinggi hati.
[9] Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh.
[10] Janganlah mengatakan: "Mengapa zaman dulu lebih baik dari pada zaman sekarang?" Karena bukannya berdasarkan hikmat engkau menanyakan hal itu.
[11] Hikmat adalah sama baiknya dengan warisan dan merupakan suatu keuntungan bagi orang-orang yang melihat matahari.
[12] Karena perlindungan hikmat adalah seperti perlindungan uang. Dan beruntunglah yang mengetahui bahwa hikmat memelihara hidup pemilik-pemiliknya.
[13] Perhatikanlah pekerjaan Allah! Siapakah dapat meluruskan apa yang telah dibengkokkan-Nya?
[14] Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya.
[15] Dalam hidupku yang sia-sia aku telah melihat segala hal ini: ada orang saleh yang binasa dalam kesalehannya, ada orang fasik yang hidup lama dalam kejahatannya.
[16] Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri?
[17] Janganlah terlalu fasik, janganlah bodoh! Mengapa engkau mau mati sebelum waktumu?
[18] Adalah baik kalau engkau memegang yang satu, dan juga tidak melepaskan yang lain, karena orang yang takut akan Allah luput dari kedua-duanya.
[19] Hikmat memberi kepada yang memilikinya lebih banyak kekuatan dari pada sepuluh penguasa dalam kota.
[20] Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!
[21] Juga janganlah memperhatikan segala perkataan yang diucapkan orang, supaya engkau tidak mendengar pelayanmu mengutuki engkau.
[22] Karena hatimu tahu bahwa engkau juga telah kerapkali mengutuki orang-orang lain.
[23] Kesemuanya ini telah kuuji untuk mencapai hikmat. Kataku: "Aku hendak memperoleh hikmat," tetapi hikmat itu jauh dari padaku.
[24] Apa yang ada, itu jauh dan dalam, sangat dalam, siapa yang dapat menemukannya?
[25] Aku tujukan perhatianku untuk memahami, menyelidiki, dan mencari hikmat dan kesimpulan, serta untuk mengetahui bahwa kefasikan itu kebodohan dan kebebalan itu kegilaan.
[26] Dan aku menemukan sesuatu yang lebih pahit dari pada maut: perempuan yang adalah jala, yang hatinya adalah jerat dan tangannya adalah belenggu. Orang yang dikenan Allah terhindar dari padanya, tetapi orang yang berdosa ditangkapnya.
[27] Lihatlah, ini yang kudapati, kata Pengkhotbah: Sementara menyatukan yang satu dengan yang lain untuk mendapat kesimpulan,
[28] yang masih kucari tetapi tidak kudapati, kudapati seorang laki-laki di antara seribu, tetapi tidak kudapati seorang perempuan di antara mereka.
[29] Lihatlah, hanya ini yang kudapati: bahwa Allah telah menjadikan manusia yang jujur, tetapi mereka mencari banyak dalih.