< Ayub 27

Listen to this chapter • 2 min
[1] Maka Ayub melanjutkan uraiannya:
[2] "Demi Allah yang hidup, yang tidak memberi keadilan kepadaku, dan demi Yang Mahakuasa, yang memedihkan hatiku,
[3] selama nafasku masih ada padaku, dan roh Allah masih di dalam lubang hidungku,
[4] maka bibirku sungguh-sungguh tidak akan mengucapkan kecurangan, dan lidahku tidak akan melahirkan tipu daya.
[5] Aku sama sekali tidak membenarkan kamu! Sampai binasa aku tetap mempertahankan bahwa aku tidak bersalah.
[6] Kebenaranku kupegang teguh dan tidak kulepaskan; hatiku tidak mencela seharipun dari pada umurku.
[7] Biarlah musuhku mengalami seperti orang fasik, dan orang yang melawan aku seperti orang yang curang.
[8] Karena apakah harapan orang durhaka, kalau Allah menghabisinya, kalau Ia menuntut nyawanya?
[9] Apakah Allah akan mendengar teriaknya, jika kesesakan menimpa dia?
[10] Dapatkah ia bersenang-senang karena Yang Mahakuasa dan berseru kepada Allah setiap waktu?
[11] Aku akan mengajari kamu tentang tangan Allah, apa yang dimaksudkan oleh Yang Mahakuasa tidak akan kusembunyikan.
[12] Sesungguhnya, kamu sekalian telah melihatnya sendiri; mengapa kamu berpikir yang tidak-tidak?
[13] Inilah bagian orang fasik yang ditentukan Allah, dan milik pusaka orang-orang lalim yang mereka terima dari Yang Mahakuasa:
[14] kalau anak-anaknya bertambah banyak mereka menjadi makanan pedang, dan anak cucunya tidak mendapat cukup makan;
[15] siapa yang luput dari padanya, akan turun ke kubur karena wabah, dengan tidak ditangisi oleh janda mereka.
[16] Jikalau ia menimbun uang seperti debu banyaknya, dan menumpuk pakaian seperti tanah liat,
[17] sekalipun ia yang menumpuknya, namun orang benar yang akan memakainya, dan orang yang tidak bersalah yang akan membagi-bagi uang itu.
[18] Ia mendirikan rumahnya seperti sarang laba-laba, seperti gubuk yang dibuat penjaga.
[19] Sebagai orang kaya ia membaringkan diri, tetapi tidak dapat ia mengulanginya: ketika ia membuka matanya, maka tidak ada lagi semuanya itu.
[20] Kedahsyatan mengejar dia seperti air bah, pada malam hari ia diterbangkan badai;
[21] angin timur mengangkatnya, lalu lenyaplah ia; ia dilemparkannya dari tempatnya.
[22] Dengan tak kenal belas kasihan Allah melempari dia, dengan cepat ia harus melepaskan diri dari kuasa-Nya.
[23] Oleh karena dia orang bertepuk tangan, dan bersuit-suit karena dia dari tempat kediamannya."